Makassar, SULSELNOW – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digagas oleh Presiden Prabowo Subianto telah berjalan selama seminggu, termasuk di sejumlah sekolah di Kota Makassar.
Meskipun begitu, evaluasi terhadap berbagai aspek program ini dianggap penting untuk memastikan keberlanjutan dan penerimaan yang baik dari masyarakat, terutama siswa.
Wali Kota Makassar, Moh Ramdhan ‘Danny’ Pomanto, mengungkapkan bahwa evaluasi rutin akan dilakukan setiap minggu untuk meninjau hasil pelaksanaan program ini.
“Berdasarkan laporan yang masuk, banyak siswa SD dan SMP di Makassar yang kurang menyukai beberapa menu, terutama ikan. Ini yang akan segera kita evaluasi,” ujar Danny saat ditemui pada Senin (13/1/2025).
Selain masalah menu, penggunaan botol minum juga menjadi perhatian. Danny menyebutkan bahwa masih banyak siswa yang menggunakan botol plastik kemasan karena tidak disediakan air minum.
Pemkot Makassar berencana menyelaraskan penggunaan botol minum dengan merancang tumbler yang seragam untuk siswa penerima manfaat MBG, yang akan disediakan melalui dana Corporate Social Responsibility (CSR).
“Pengolahan sampah dan penggunaan botol minum juga perlu standarisasi. Tidak hanya makanan yang harus sesuai standar, tapi minuman dan plastiknya juga harus diperhatikan,” tegas Danny.
Sementara itu, Pelaksana Harian Kepala Dinas Pendidikan Kota Makassar, Nielma Palamba, memberikan usulan untuk memasukkan menu lokal khas Makassar dalam daftar pilihan menu MBG.
Mengingat Makassar dikenal sebagai “Kota Makan Enak”, Nielma mengusulkan agar menu-menu lokal seperti ikan khas daerah atau coto disajikan untuk anak-anak.
“Saya rasa kita bisa menyajikan makanan lokal yang sehat dan sesuai dengan standar gizi seimbang, supaya anak-anak bisa merasakan makanan khas daerah mereka,” ungkap Nielma.
Berdasarkan laporan yang diterima, menu harian program MBG sudah cukup bervariasi. Sebagai contoh, siswa SD Cendrawasih mendapatkan menu nasi, ayam, tempe tahu, sayur, dan pisang. Namun, Nielma mencatat bahwa susu belum tersedia dalam menu harian tersebut.
“Menu yang disajikan lebih bergizi dibandingkan jajanan kantin sekolah. Kami juga memonitor jika ada alergi terhadap ikan, susu, telur, atau daging, agar menu bisa disesuaikan,” jelasnya.
Namun, Nielma mengungkapkan kekhawatirannya mengenai rendahnya minat siswa, khususnya di tingkat SD, untuk mengonsumsi sayuran.
Hal ini ditemukan selama pemantauan terhadap pelaksanaan MBG. Oleh karena itu, ia mengimbau orang tua untuk membiasakan anak-anak mereka mengonsumsi sayur di rumah.
“Kami meminta orang tua untuk memperkenalkan anak-anak pada berbagai jenis sayuran. Masih banyak yang enggan makan sayur di sekolah,” pungkas Nielma. (*)
