JAKARTA – Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) terkait Pemilihan Gubernur Sulawesi Selatan (Pilgub Sulsel) 2025 pada Senin (20/1/2025).
Agenda sidang kali ini adalah mendengarkan jawaban dari pihak Termohon, yaitu Komisi Pemilihan Umum (KPU), pihak terkait, serta keterangan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), sekaligus pengesahan alat bukti.
Sidang berlangsung di panel 2 yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Saldi Isra, didampingi oleh Arsul Sani dan Ridwan Mansyur.
Gugatan ini diajukan oleh pasangan calon (paslon) nomor urut 01, Mohammad Ramdhan “Danny” Pomanto dan Azhar Arsyad, yang menuding adanya manipulasi data pemilih di Kota Makassar.
Awalnya, Kuasa Hukum Termohon (KPU Sulsel), Hifdzil Alim menegaskan, termohon tidak pernah melakukan manipulasi dalam bentuk apapun, baik data dan proses dalam Pilgub Sulsel 2025 seperti yang dituduhkan pemohon yaitu pasangan calon (paslon) nomor urut 01 Mohammad Ramdhan ‘Danny’ Pomanto-Azhar Arsyad.
“Termohon mendalilkan daftar hadir pada 32 kelurahan dan 15 kecamatan di Kota Makassar yang termohon lakukan dengan menyandingkan masing-masing kelurahan dan kecamatan di Makassar itu, sehingga head to head dengan dalil pemohon,” ujar Hifdzil dalam keterangannya, Minggu (20/1/2025).
Hakim Saldi lantas mempertanyakan penjelasan KPU Sulsel perihal dugaan membludaknya pemilih di sejumlah Tempat Pemungutan Suara (TPS). “Ini pemilih membludak datang ke TPS, bagaimana menjelaskan membeludak itu?,” tanya Hakim Saldi.
Hifdzil menjawab, KPU Sulsel sudah melakukan klarifikasi terhadap Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS). Dia menjelaskan, berdasarkan klasifikasi itu, yang dimaksud membludak adalah banyak sekali pemilih yang hadir secara bersamaan
“Waktu itu pemilih ingin memilih pagi, karena setelah memilih mereka langsung bekerja,” jawab Hifdzil.
Saldi heran, para pemilih menggunakan hak pilihnya pada pagi hari agar bisa pergi bekerja. Padahal, kata dia, Pemerintah telah memberlakukan hari libur nasional pada saat pencoblosan Pilkada 2024 pada 27 November 2024.
“Kan hari libur dan diliburkan saat pemungutan suara. Nggak, membludak itu, apakah melebihi dari jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) atau tidak?” cecar Hakim Saldi.
“Tidak yang Mulia,” jawab Hifdzil.
Belum juga puas, Saldi kembali meminta KPU Sulsel memberikan alasan yang rasional untuk membantah dalil yang disampaikan paslon nomor urut 01, Ramdhan Pomanto dan Azhar Arsyad.
Hakim Saldi bertanya kepada KPU Sulsel alasan ada banyaknya pemilih yang tidak menandatangani daftar hadir. Dia menilai, banyaknya jumlah pemilih yang tidak menandatangani daftar hadir merupakan suatu kejanggalan.
“Kalau yang didalilkan tidak dibantah, itu jumlahnya sejuta, itu signifikan. Makanya kami ingin dapat penjelasan yang lebih komprehensif dari permohonan berkaitan dengan ini,” pinta Hakim Saldi.
Apalagi, kata Hakim Saldi, Kota Makassar bukan kota yang tingkat pendidikannya lebih rendah dari kota lain di Sulsel.
“Masa’ orang datang memilih tidak tanda tangan dengan jumlah yang banyak itu, harus dikasihkan rasionalnya ke kami dengan bukti-bukti yang kuat,” pinta Saldi lagi.
“Kalau satu dua orang lupa itu masuk akal, tapi kalau puluhan orang tidak tanda tangan dalam satu TPS itu pertanyaan besar?” tambah Hakim Saldi.
Anggota KPU Sulsel, Ahmad Adiwijaya menegaskan, ada penumpukan yang terjadi di TPS dalam waktu yang bersamaan. “Memang faktanya di lapangan terjadi beberapa TPS di mana ada penumpukan pemilih yang datang secara bersamaan di waktu tertentu,” ujar Ahmad.
Tak juga puas, Hakim Saldi kembali mencecar. Kata dia, bila orang menumpuk saat ke TPS tidak langsung ke bilik suara. “Tetap bergilir kan? Ke bilik keluar tanda tangan? Apa rasionalnya orang bisa sebanyak itu tidak tanda tangan?” cecar Saldi.
“Kalau penjelasan dari KPU kabupaten/kota, apa yang disampaikan di jawaban memang seperti itu,” kata Ahmad kembali.
Tak puas, Saldi akhirnya menanyakan hal yang sama kepada Bawaslu. Yakni, bagaimana bisa pemilih yang datang ke TPS tidak tanda tangan.
“Ada orang datang mencoblos tidak tanda tangan dan jumlahnya banyak dan itu sebagiannya di Kota Makassar apa yang bisa ibu jelaskan sebagai pengawas?” cecar Saldi.
Anggota Bawaslu Sulsel, Mardiana Rusli menjelaskan, di beberapa TPS sebenarnya variatif kasusnya. Seperti, ada TPS yang pemilih datang kemudian mencatatkan dalam daftar hadir.
“Tetapi dia kembali lagi, sehingga pada saat selesai pemungutan suara itu tidak menggunakan hak pilihnya,” ujar Mardiana
Selanjutnya, kata Mardiana, pihaknya menemukan informasi adanya perlakuan pengawas KPPS yang tidak memberikan ruang kepada pemilih jika tidak membawa formulir model C pemberitahuan, meski membawa KTP elektronik.
Belum puas, Hakim Saldi kembali bertanya ke Bawaslu. “Ini kan jadi aneh masa belum tanda tangan sudah dikasih masuk bilik suara?” tanya dia lagi.
“Sebelum tanda tangan dipersilakan antrean duduk di yang sudah disediakan,” jawab Mardiana lagi.
Sebelumnya, dalam permohonannya, kuasa hukum paslon nomor urut 01 Ramdhan Pomanto-Azhar Arsyad, Donal Fariz mendalilkan adanya manipulasi pada daftar hadir pemilih yang disebut berpotensi munculnya pemilih siluman di banyak TPS Kota Makassar
Donal mengungkapkan, pihaknya menemukan perbedaan pada tanda tangan pemilih antara KTP dengan Daftar Hadir Pemilih Tetap (DHPT). “Bahkan, ada tanda tangan diduga identik pada dua nama orang atau lebih yang tercantum dalam satu DHPT” ujarnya. (*)