JAKARTA – Pengamat politik dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, melontarkan kritik tajam terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Sulawesi Selatan terkait dugaan tanda tangan palsu dalam Pemilihan Gubernur (Pilgub) Sulsel 2024.
Menurut Lucius, kelemahan penjelasan yang diberikan oleh kedua lembaga tersebut mencerminkan ketidakprofesionalan dalam menangani dugaan pelanggaran serius ini.
“Penjelasan yang tidak jelas dari KPU dan Bawaslu Sulsel membuat masyarakat sulit memahami apa yang sebenarnya terjadi. Bagaimana mungkin penyelenggara Pemilu tidak mampu membuktikan sesuatu yang sangat mendasar seperti keaslian tanda tangan?” ujar Lucius saat dihubungi pada Rabu (22/1/2025).
Lucius menilai bahwa kebingungan KPU dan Bawaslu dalam memberikan penjelasan kepada Mahkamah Konstitusi (MK) menjadi indikasi kuat adanya pelanggaran yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif (TSM).
Ia juga mengkritik ketidakmampuan lembaga tersebut untuk memberikan jawaban yang memadai dalam sidang Perselisihan Hasil Pemilu Kepala Daerah (PHP Kada) di MK.
“Bisa jadi, kegagalan membuktikan dugaan tanda tangan palsu ini berpotensi mengubah hasil Pilkada yang telah ditetapkan,” tegas Lucius.
Dalam pandangannya, jumlah dugaan tanda tangan palsu yang mencapai lebih dari satu juta menjadi isu serius yang tidak dapat diabaikan.
Lucius meminta investigasi mendalam untuk memastikan apakah ada upaya sistematis di balik dugaan kecurangan ini.
“Jika MK menggali lebih jauh dan terbukti tanda tangan palsu ini ada, keterlibatan pihak-pihak tertentu di dalam KPU atau Bawaslu tidak dapat dikesampingkan,” imbuhnya.
Lucius juga menyoroti pentingnya peran Mahkamah Konstitusi untuk menggali lebih dalam fakta-fakta terkait dugaan ini.
Menurutnya, kegagalan KPU dan Bawaslu dalam memberikan penjelasan rinci dapat membuka ruang untuk mengungkap keterlibatan oknum di balik dugaan kecurangan tersebut.
“Penjelasan yang tidak memadai hanya akan memperkuat keyakinan hakim bahwa ada pelanggaran serius dalam penyelenggaraan Pilkada. Ini bukan sekadar persoalan administratif, tetapi menyangkut integritas demokrasi kita,” pungkas Lucius.
Sebelumnya, kasus ini bermula dari laporan yang menyebutkan adanya lebih dari satu juta tanda tangan palsu dalam dukungan calon independen pada Pilgub Sulsel 2024.
Dugaan tersebut menjadi dasar gugatan yang diajukan ke MK untuk memeriksa keabsahan hasil Pilkada. Namun, hingga kini, penjelasan dari KPU dan Bawaslu Sulsel masih jauh dari memuaskan. (*)