LUWU TIMUR – Proyek pembangunan kolam renang yang dirancang sebagai destinasi wisata desa di Desa Non Blok, Kecamatan Kalaena Kiri, Kabupaten Luwu Timur, kini terbengkalai tanpa kejelasan.
Proyek yang dibiayai melalui Anggaran Dana Desa (ADD) dengan nilai sekitar Rp500 juta ini dimulai sejak 2019, tetapi hingga kini tak kunjung rampung, memicu kekecewaan warga.
Faisal, seorang pemuda Desa Non Blok yang juga merupakan Pengurus Ikatan Pelajar Mahasiswa Luwu Timur (IPMALUTIM) Komisariat Kalaena, menyesalkan kondisi ini. Ia menilai bahwa dengan anggaran sebesar itu, proyek seharusnya sudah bisa dimanfaatkan oleh masyarakat.
“Proyek ini dikerjakan sebelum pandemi, tapi sampai sekarang tidak ada kelanjutannya. Anggarannya tidak sedikit, ini jumlah besar,” ungkap Faisal dengan nada kecewa, Jumat (31/1/2025).
Menurutnya, masyarakat berhak mengetahui ke mana perginya dana desa yang seharusnya digunakan untuk kesejahteraan mereka. Terbengkalainya proyek ini, lanjut Faisal, bukan hanya masalah fisik, tetapi juga mencerminkan tata kelola keuangan desa yang patut dipertanyakan.
Desakan Audit dan Transparansi Anggaran
Faisal bersama sejumlah warga dan mahasiswa mendesak Inspektorat Kabupaten Luwu Timur untuk segera melakukan audit terhadap proyek ini.
Ia khawatir jika kasus ini dibiarkan, maka akan menjadi preseden buruk dalam pengelolaan dana desa ke depan.
“Kami tidak ingin dana desa hanya menjadi angka di atas kertas tanpa ada manfaat nyata bagi masyarakat. Audit ini penting untuk memastikan tidak ada penyimpangan atau kelalaian dalam pengelolaan anggaran,” tegasnya.
Faisal menekankan bahwa proyek wisata seperti ini seharusnya bisa memberikan dampak positif bagi ekonomi desa, terutama bagi warga yang bisa membuka usaha di sekitar area tersebut.
Namun, yang terjadi justru sebaliknya—lokasi proyek kini tak lebih dari bangunan terbengkalai yang terkesan dibiarkan begitu saja.
Dukungan Warga
Sikap kritis Faisal mendapat dukungan dari banyak warga yang selama ini mempertanyakan nasib proyek tersebut.
“Dulu kami berharap kolam renang ini bisa jadi tempat rekreasi keluarga, bahkan bisa menarik wisatawan dari luar desa. Tapi sekarang malah jadi proyek mangkrak. Kalau memang ada masalah, harus ada kejelasan,” ujar salah seorang warga Desa Non-Blok yang enggan disebut namanya.
Dukungan terhadap Faisal dan tuntutan audit ini terus mengalir, terutama dari kalangan pemuda desa yang peduli terhadap transparansi pengelolaan dana desa.
Mereka berharap ada tindakan tegas dari pemerintah agar kasus serupa tidak terjadi lagi di masa depan.
Sementara itu, pihak desa dan pemerintah daerah belum memberikan keterangan resmi terkait kelanjutan proyek ini. Namun, Faisal dan rekan-rekannya memastikan bahwa mereka tidak akan berhenti bersuara hingga ada kejelasan yang memuaskan warga.
“Kami ingin perubahan. Kami ingin transparansi. Ini bukan hanya tentang proyek kolam renang, tapi tentang masa depan desa kami,” tutup Faisal. (*)