Ekonomi & Bisnis

Fenomena Trading ke Barang Bekas dan Ilegal Ancam Pertumbuhan Ekonomi

Tim Redaksi
×

Fenomena Trading ke Barang Bekas dan Ilegal Ancam Pertumbuhan Ekonomi

Sebarkan artikel ini

MAKASSAR – Fenomena down trading pada masyarakat kelas menengah yang dapat menghambat pertumbuhan ekonomi perlu diwaspadai.

Diketahui, fenomena down trading atau peralihan konsumen dari barang mahal ke barang yang lebih murah kini memasuki babak baru. Hal itu disampaikan Pengamat Ekonomi Unismuh Makassar Abdul Muthalib.

Abdul mengatakan, fenomena itu cukup memprihatinkan. Pasalnya, tidak hanya berdampak ke barang murah, tapi juga ke barang-barang ilegal. Ini sangat berpengaruh terhadap pergerakan ekonomi dalam negeri.

“Tidak hanya bergeser ke produk dengan harga rendah, sejumlah konsumen bahkan beralih ke barang bekas atau ilegal—sebuah tren yang dinilai berpotensi menahan laju pertumbuhan ekonomi nasional,” ucap Abdul, Sabtu (16/8/2025).

Dalam pengertian umum, Abdul menjelaskan, down trading kerap dimaknai sebagai upaya konsumen menekan pengeluaran dengan memilih produk lebih terjangkau.

Namun, dirinya menekankan bahwa definisi ini perlu diperluas, dimana down trading kini mencakup perubahan jenis barang yang dibeli, termasuk produk bekas dan ilegal, yang memiliki implikasi berbeda terhadap perekonomian.

“Murah tapi minim dampak produksi, barang bekas memang menawarkan harga yang lebih rendah karena sudah pernah digunakan. Meski masih memiliki perputaran ekonomi, kontribusinya terhadap penciptaan nilai produksi baru sangat terbatas,” jelasnya.

Menurutnya, barang bekas ini pun tidak memberikan jaminan terhadap laju pertumbuhan ekonomi. Sebab, dari aspek lapangan kerja tidak akan bertambah.

“Peredaran barang bekas juga cenderung tidak memicu penambahan lapangan kerja atau peningkatan kapasitas produksi nasional,” jelasnya.

Belum lagi dengan barang ilegal, kata dia, ini justru merugikan negara dan pelaku usaha legal. Karena masuk dalam kategori produk bajakan yang tidak seharusnya di edar.

“Down trading ke barang ilegal—seperti produk bajakan, barang tanpa izin edar, atau hasil produksi di luar pengawasan regulasi—memiliki dampak ekonomi yang lebih serius,” terangnya.

Dengan begitu, ia mengatakan, pemerintah akan kehilangan penerimaan pajak dan mengancam iklim persaingan usaha di pasar.

“Pemerintah kehilangan potensi penerimaan pajak, sektor usaha legal terancam tersisih, dan konsumen menghadapi risiko dari sisi kualitas maupun keamanan produk,” tukasnya.

“Jika dibiarkan, fenomena ini bisa memicu kemunduran ekonomi,” tambah dia.

Olehnya itu, akademisi Unismuh Makassar ini berharap agar ada intervensi dari pemerintah untuk menghindari segala risiko yang terjadi, karena fenomena ini menyangkut perbaikan ekonomi Indonesia.

“Fenomena down trading ini menunjukkan bahwa perilaku hemat tidak selalu berdampak positif jika diarahkan ke segmen pasar yang tidak produktif. Jika tren terus berlanjut tanpa intervensi, risiko stagnasi ekonomi bukan tidak mungkin menjadi kenyataan,” pungkasnya. (*)