Makassar

2 Dekade untuk Makassar: Refleksi, Jejak dan Rencana Masa Depan Danny Pomanto

Tim Redaksi
58
×

2 Dekade untuk Makassar: Refleksi, Jejak dan Rencana Masa Depan Danny Pomanto

Sebarkan artikel ini
Danny Pomanto
Danny Pomanto (IST)

MAKASSAR – Memimpin sebuah kota sebesar Makassar selama dua periode bukanlah perkara mudah.

Apalagi, dengan visi besar menjadikan Makassar sebagai kota dunia, Mohammad Ramdhan Pomanto—atau yang akrab disapa Danny Pomanto—harus menghadapi berbagai tantangan dan perubahan sosial yang dinamis.

Kini, di penghujung masa jabatannya, ia menatap kembali perjalanan yang telah ditempuh: pencapaian, tantangan yang belum terselesaikan, hingga harapan untuk pemimpin berikutnya.

Dari Arsitek ke Nakhoda Makassar

Sebagai seorang arsitek, Danny Pomanto dikenal memiliki kemampuan merancang kota dengan presisi.

Namun, ketika ia memutuskan terjun ke politik pada 2013, banyak yang bertanya-tanya: mampukah seorang arsitek menjadi pemimpin yang efektif?

Jawabannya terukir dalam perjalanan kepemimpinannya. Pada Pilkada 2013, ia dan Syamsu Rizal MI memenangkan hati warga dengan perolehan 182.484 suara (31,18%).

Kemudian, di periode kedua bersama Fatmawati Rusdi, ia semakin mengukuhkan kepemimpinannya dengan meraih 41,3% suara atau 218.908 pemilih.

Dua periode itu menjadi laboratorium besar bagi Danny untuk menerapkan gagasan dan strategi dalam membangun Makassar.

Capaian dan Luka yang Masih Menganga

Selama dua periode, Danny membawa berbagai inovasi yang mengangkat nama Makassar ke tingkat nasional dan internasional.

Baca:  Rakor Bareng Danny, Appi Tekankan Keberlanjutan dan Penguatan Tim Pemkot Makassar

Di antaranya, Makassar dinobatkan sebagai satu-satunya kota di Indonesia yang masuk dalam daftar Happy City Index 2024, mendapatkan penghargaan Healthy City Level 1 Accreditation dari WHO untuk Asia Tenggara, serta menempati peringkat ke-115 dalam daftar Smart City dunia.

Namun, ada satu hal yang masih menjadi penyesalan besar baginya: kebersihan kota.

“Kita bisa menyapu jalanan bersih dalam beberapa jam, tapi kalau perilaku masyarakat tidak berubah, kebersihan itu hanya ilusi,” ujarnya dengan nada lirih, mengutip wawancara eksklusif dengan pewarta Harian News, Nursinta.

Program Makassar Tidak Rantasa (MTR) yang ia gagas memang membawa perubahan, tetapi tanpa kesadaran kolektif, hasilnya tetap rapuh.

Banjir juga menjadi tantangan yang belum sepenuhnya terselesaikan. Menurutnya, persoalan ini lebih dari sekadar tanggung jawab pemerintah; ia menyangkut tata ruang dan kesadaran bersama.

“Banyak yang menyalahkan saya soal banjir. Nanti kita lihat apakah setelah saya selesai, masalah ini benar-benar bisa hilang,” ujarnya, seakan menantang realitas di masa depan.

Harapan untuk Makassar

Menjelang akhir masa jabatannya, Danny berharap proyek-proyek strategis yang telah dimulai bisa dilanjutkan.

Mulai dari revitalisasi Lapangan Karebosi, pengolahan sampah menjadi energi listrik (PSEL), hingga implementasi panel surya di sekolah-sekolah dan kantor pemerintahan. Dirinya juga memahami bahwa setiap pemimpin memiliki visi masing-masing.

Baca:  Wali Kota Makassar Dampingi Menko Pangan dan Mendag Tinjau Harga Bahan Pokok di Pasar Pa’baeng-baeng

“Boleh berharap, tapi biarkan Pak Appi punya visinya sendiri. Kita kasih ruang, kita tunggu gebrakannya,” ujarnya.

Namun, ia tetap berharap kepemimpinan baru tidak hanya sekadar menjalankan janji politik, melainkan benar-benar memberi dampak bagi masyarakat.

Kehidupan Pribadi di Tengah Politik

Salah satu hal yang paling dibanggakan Danny bukanlah deretan prestasi atau penghargaan, tetapi integritasnya dalam menjalani kepemimpinan tanpa terlibat dalam praktik mencari keuntungan pribadi.

“Saya ini bukan penikmat fasilitas negara. Rumah saya masih sama, malah makin sederhana. Karena saya betul-betul kerja, tidak ada pikiran lain,” ungkapnya.

Bahkan, ia mengaku bahwa selama 10 tahun menjabat, ia tidak mencari uang. “Setelah ini selesai, baru saya cari uang,” katanya sambil tertawa.

Ke Mana Langkah Selanjutnya?

Setelah lepas dari jabatan Wali Kota, Danny berencana kembali ke dunia konsultan arsitektur.

Sebagai profesional yang pernah bekerja di 72 kabupaten/kota di Indonesia, ia merasa siap untuk kembali berkontribusi di luar Makassar. Namun, apakah ia akan kembali ke politik?

Baca:  Perkuat Sinergi Antar Lembaga, Wali Kota Makassar Terima Audiensi Kakanwil Kemenkum Sulsel

“Kita lihat saja nanti. Politik itu bukan jalan mundur, hanya kecepatannya bisa dikurangi atau ditambah,” katanya penuh teka-teki.

Meski gagal dalam Pilgub Sulsel, Danny tak merasa kalah. “Saya kaya. Kaya teman, kaya wawasan. Saya mungkin orang yang paling tahu potensi Sulsel sekarang,” ujarnya bangga.

Selama kampanye, ia telah mengunjungi lebih dari 450 titik di Sulsel dan memahami lebih dalam tentang adat, budaya, serta potensi ekonomi daerah.

Baginya, masa jabatannya sebagai wali kota memang akan segera berakhir, tetapi cintanya untuk Makassar tidak akan pernah pudar.

“Ini bukan perpisahan, ini hanya akhir dari satu babak dalam hidup saya. Saya akan terus bergerak, terus berkarya, dan Makassar akan selalu ada dalam hati saya,” katanya dengan mata yang berkaca-kaca.


Profil Singkat Danny Pomanto

Nama Lengkap: Mohammad Ramdhan Pomanto
Lahir: 30 Januari 1964
Orang Tua: Buluku Pomanto (Ayah), Aisyah Abdul Razak (Ibu)
Pendidikan:

  • SD Lanto Daeng Pasewang (1970-1975)
  • SMP Negeri 5 Ujung Pandang (1976-1978)
  • SMA Negeri 1 Ujung Pandang (1979-1981)
  • Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin (1989).