JAKARTA – Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) RI, Febrie Adriansyah, menegaskan bahwa sejumlah oknum di Pertamina pernah mengoplos Pertalite menjadi Pertamax dan menjualnya ke masyarakat.
Praktik ilegal tersebut berlangsung pada periode 2018-2023, namun kini dipastikan sudah tidak ada lagi bahan bakar minyak (BBM) oplosan yang beredar di pasaran.
“Kemarin yang jelas naik penyidikan itu kan pasti ada (dioplos). Ya pasti ada lah kesalahan, enggak mungkin naik penyidikan. Sampai 2023, ingat ya sampai 2023,” ujar Febrie di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (5/3/2025).
Ia juga memastikan bahwa saat ini Pertamina telah mengambil langkah-langkah untuk menjamin kualitas BBM yang beredar di masyarakat.
“Jangan khawatir untuk pembelian produk di Pertamina. Karena kita juga sudah koordinasi dengan Pertamina untuk memastikan dan menguji produknya, sehingga yang beredar saat ini sudah memenuhi standar,” tegasnya.
Febrie menambahkan bahwa Kejaksaan Agung telah meminta Pertamina untuk melakukan pengujian secara terbuka terhadap produk-produknya, guna meyakinkan masyarakat bahwa tidak ada lagi BBM oplosan yang dijual.
“Kami sudah meminta Pertamina secara terbuka untuk menguji produknya. Dan saya dengar ini sudah dilakukan. Kepada masyarakat, kami imbau jangan tinggalkan Pertamina. Kita harus tetap mencintai produk kita sendiri,” imbuhnya.
Kasus korupsi terkait pengoplosan BBM ini terjadi di lingkup PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) dengan perkiraan kerugian negara mencapai Rp 197,3 triliun.
Kejaksaan Agung telah menetapkan sembilan tersangka dalam kasus ini, yang terdiri dari pejabat Pertamina, anak perusahaan, serta beberapa pengusaha yang berperan sebagai broker dalam praktik ilegal tersebut.
Sementara itu, proses penyidikan terhadap kasus ini masih terus berjalan, termasuk kemungkinan adanya keterlibatan pihak lain dalam skandal yang merugikan negara tersebut. (*)