MAKASSAR — Setahun setelah tidak lagi menjabat sebagai Wali Kota Makassar, Mohammad Ramdhan “Danny” Pomanto masih aktif menyuarakan gagasan pembangunan untuk Sulawesi Selatan.
Dua periode memimpin Makassar telah membentuk jejak kepemimpinan dan visi yang masih menjadi pembahasan publik hingga kini.
Menurut sesepuh GP Ansor Sulsel yang juga aktivis KNPI, Makmur Idrus, masa jeda Danny Pomanto setelah dua periode menjabat justru menjadi ruang refleksi dan perenungan bagi sang arsitek kota tersebut.
“Danny kini memasuki masa di mana seorang pemimpin menata langkah, menakar arah, dan menyiapkan babak baru dalam pengabdian,” ujarnya dalam artikel opini di KarebaDIA.com, Sabtu (01/11/2025).
Sebagai arsitek, Danny dikenal memiliki pendekatan berbeda dalam membangun kota.
Ia memperkenalkan konsep Makassar Tidak Rantasa (MTR), mengembangkan Lorong Garden dan Lorong Wisata, serta mendorong penerapan Smart City untuk meningkatkan transparansi dan efisiensi birokrasi.
Selama sepuluh tahun kepemimpinannya, Danny juga memperkuat citra kawasan pesisir Losari, memperluas ruang publik, dan menata wajah Makassar agar sejajar dengan kota modern lainnya.
Namun, gaya kepemimpinannya yang tegas dan teknokratik kerap menuai kritik karena dinilai kurang kompromis.
Meski demikian, Makmur menilai karakter tersebut justru menjadi pembeda.
“Di tengah kultur birokrasi yang sering kabur antara gagasan dan kepentingan, Danny membangun dengan kalkulasi dan logika desain, bukan sekadar narasi politik,” katanya.
Kini, meski di luar pemerintahan, Danny disebut tetap aktif dalam berbagai forum diskusi dan gagasan kebijakan. Ia kerap menekankan pentingnya integritas dalam sistem pemerintahan. Salah satu pernyataannya yang banyak dikutip adalah, “Rusaklah wajah politik jika orang baik tidak masuk.”
Dalam pandangannya, Sulawesi Selatan memiliki tiga modal besar yang perlu dikelola secara serius, yakni laut, ilmu, dan budaya. Visi maritim Danny disebut bisa menjadi dasar pengembangan ekonomi biru—mulai dari pelabuhan logistik, industri perikanan, hingga pariwisata bahari.
Selain sektor maritim, Danny juga menyoroti potensi pendidikan dan riset di Sulsel yang belum terintegrasi dengan baik. Ia mendorong agar semangat inovasi seperti “Lorong Wisata” dapat berevolusi menjadi “Lorong Pendidikan” yang memadukan keterampilan, teknologi, dan budaya di tengah masyarakat.
Potensi pariwisata Sulsel, menurutnya, juga sangat besar. Dari kawasan pesisir hingga wisata sejarah seperti Benteng Somba Opu dan Pecinan Makassar, semua bisa dikembangkan melalui pendekatan desain arsitektural dan pelestarian budaya.
“Bagi Danny, kota yang baik adalah kota yang mengundang orang datang dan membuat warganya ingin tetap tinggal. Itu bukan sekadar slogan, melainkan filosofi pembangunan,” tulis Makmur.
Ia menilai tantangan terbesar pembangunan Sulsel saat ini bukan pada aspek fisik, melainkan pada keberanian menjaga kesinambungan visi. Menurutnya, Danny mewakili generasi pemimpin yang berpikir dengan logika desain dan bertindak dengan etika pelayanan.
“Pertanyaan ‘Apa kabar Danny Pomanto?’ bukan sekadar basa-basi. Ia kini bukan hanya mantan wali kota, tetapi arsitek yang tengah menggambar ulang masa depan Sulawesi Selatan dengan kompas maritim, pendidikan, dan kebudayaan di tangannya,” tutup Makmur. (*)

























