LISABON – Pemerintahan Portugal yang baru berjalan 11 bulan resmi tumbang pada Selasa (11/3/2025) setelah gagal memperoleh dukungan dalam mosi kepercayaan di parlemen.
Kejatuhan kabinet minoritas yang dipimpin oleh Perdana Menteri Luis Montenegro ini dipicu oleh skandal dugaan korupsi yang menyeret namanya.
Insiden ini menjadi yang kedua dalam sejarah politik Portugal sejak berakhirnya kediktatoran pada 1974, di mana pemerintahan harus runtuh akibat kehilangan dukungan parlemen.
Skandal yang mengguncang pemerintahan Montenegro berkaitan dengan bisnis keluarganya, Spinumviva.
Perusahaan tersebut ia dirikan sebelum berkarier di politik, namun kepemilikannya kemudian dialihkan kepada istri dan anak-anaknya setelah ia menjabat di pemerintahan.
Sebelumnya, Montenegro menghadapi dua mosi tidak percaya, yakni pada 21 Februari yang diajukan oleh partai sayap kanan ekstrem Chega, serta pada 4 Maret oleh Partai Komunis Portugal (PCP).
Untuk meredakan krisis politik, ia mengajukan mosi percaya di parlemen. Namun, dari 230 anggota parlemen, hanya 88 suara yang mendukung pemerintahannya, sementara 142 suara lainnya menolak.
Dukungan hanya datang dari Partai Sosial Demokrat (PSD) dan Partai Demokrat Kristen yang merupakan bagian dari koalisi pemerintahan, serta Partai Inisiatif Liberal (IL) dari oposisi.
Sementara itu, Partai Sosialis (PS) dan partai oposisi lainnya, termasuk Chega—yang sebelumnya mendukung pembentukan pemerintahan minoritas—memilih untuk menolak.
Tanggapan dan Dampak Politik
Dalam pidatonya di parlemen, Montenegro menuding Partai Sosialis sebagai dalang di balik ketidakstabilan politik dan ekonomi Portugal.
Ia juga menegaskan bahwa rakyat tidak menginginkan pemilu dini dan menyatakan akan kembali mencalonkan diri dalam pemilihan mendatang.
Namun, pemimpin PS, Pedro Nuno Santos, menuntut pembentukan Komisi Penyelidikan Parlemen untuk menyelidiki dugaan korupsi yang melibatkan Montenegro.
Menurutnya, krisis ini berawal dari ketidakmauan Montenegro untuk memberikan klarifikasi terhadap tuduhan yang diarahkan kepadanya.
PS juga mengkritik usulan pemerintah yang hanya menginginkan penyelidikan selama 15 hari, dengan menegaskan bahwa durasi yang ideal seharusnya 90 hari agar investigasi berjalan transparan dan serius.
Dengan tumbangnya pemerintahan, rakyat Portugal akan kembali menghadapi pemilu ketiga dalam tiga tahun terakhir.
Presiden Portugal, Marcelo Rebelo de Sousa, diperkirakan akan mengumumkan tanggal pemilu dini dalam waktu dekat, dengan kemungkinan pelaksanaan pada 11 atau 18 Mei 2025.
Menurut jajak pendapat terbaru yang dirilis media Portugal pada Rabu (12/3/2025), krisis politik ini justru meningkatkan dukungan terhadap Partai Sosialis, yang berpotensi memenangkan pemilu mendatang.
Latar Belakang dan Implikasi Skandal
Pemerintahan Montenegro sendiri dibentuk pada 2 April 2024 setelah Antonio Costa, mantan Perdana Menteri sekaligus Presiden Dewan Uni Eropa saat ini, mengundurkan diri pada November 2023 akibat tersandung kasus korupsi, meskipun ia sebelumnya memenangkan pemilu pada 30 Januari 2022.
Dugaan keterlibatan Montenegro dalam skandal korupsi semakin menguat setelah laporan media mengungkap hubungan antara perusahaan keluarganya, Spinumviva, dengan Solverde—perusahaan yang memiliki konsesi di banyak hotel dan kasino di Portugal.
Selain itu, Montenegro, yang memiliki latar belakang sebagai pengacara, disebut pernah menjadi penasihat hukum bagi Solverde dalam negosiasi terkait konsesi kasino antara 2018 hingga 2022.
Menanggapi skandal ini, pada 4 Maret lalu, Solverde mengumumkan pemutusan kontrak dengan Spinumviva guna menjaga reputasi perusahaan.
Kini, Portugal memasuki fase politik yang penuh ketidakpastian, dengan pemilu dini yang akan menjadi ajang pertarungan sengit bagi para pemimpin politik di negara tersebut. (*)