MAKASSAR – Momentum Syawalan 1446 Hijriah yang digelar Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Sulawesi Selatan, Minggu (6/4/2025), menjadi lebih dari sekadar ajang silaturahmi pasca-Ramadan.
Di tengah suasana penuh kehangatan dan spiritualitas, acara ini menandai dimulainya langkah besar transformasi organisasi dengan pencanangan pembangunan Gedung Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) setinggi 13 lantai.
Acara yang berlangsung di halaman Gedung Dakwah Muhammadiyah Tamalanrea, Makassar, dihadiri para tokoh penting Muhammadiyah serta pejabat daerah.
Dalam sambutannya, Ketua PWM Sulsel, Prof. Ambo Asse, mengumumkan bahwa gedung yang akan dibangun tersebut dirancang sebagai pusat pengembangan pendidikan, pelatihan, dan pemberdayaan umat.
“Meski dana belum terkumpul seluruhnya, kami optimistis semangat gotong royong dan militansi warga Muhammadiyah di Sulsel akan menjadikan proyek ini nyata,” ujar Ambo Asse di hadapan ribuan peserta yang hadir.
Proyek Strategis Bernilai Lebih dari Rp70 Miliar
Gedung ini diproyeksikan menelan anggaran lebih dari Rp70 miliar dengan target penyelesaian dalam dua tahun.
Tak hanya akan menjadi landmark baru Muhammadiyah di Makassar, infrastruktur tersebut juga diharapkan menjadi pusat kegiatan strategis dalam membina kualitas sumber daya manusia Muhammadiyah di wilayah timur Indonesia.
PWM Sulsel menegaskan bahwa pembangunan gedung ini bukan sekadar proyek fisik, melainkan bagian dari visi besar memperkuat eksistensi dan kemandirian organisasi berbasis umat.
Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Prof. Haedar Nashir, yang turut hadir dalam kegiatan tersebut, memberikan apresiasi tinggi terhadap langkah berani PWM Sulsel.
“Ini Syawalan yang sangat membanggakan. Baru kali ini saya menghadiri acara yang sekaligus mencanangkan pembangunan gedung 13 lantai. Luar biasa,” ucap Haedar yang disambut tepuk tangan hadirin.
Prof. Haedar menekankan bahwa Sulsel adalah salah satu wilayah yang dianggap mandiri secara struktural dan finansial, sehingga tidak lagi bergantung pada dana pusat. Ia menyebutkan bahwa kemampuan Sulsel membiayai diri sendiri adalah cerminan kedewasaan dan kematangan organisasi.
Lebih jauh, rencana pembangunan gedung ini juga mendapat sambutan positif dari Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan. Gubernur menyatakan kesiapan mendukung pembangunan, sebagai bagian dari kolaborasi antara pemerintah dan ormas keagamaan dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
Selain pencanangan proyek besar, Syawalan kali ini juga diisi dengan refleksi spiritual pasca-Ramadan. Prof. Haedar mengingatkan bahwa inti dari puasa bukan hanya menahan lapar, tetapi membentuk karakter ketakwaan, kepekaan sosial, dan semangat solidaritas.
Ia juga menyoroti kuatnya budaya dakwah dan loyalitas kader Muhammadiyah di Sulawesi Selatan, termasuk di wilayah-wilayah seperti Mandar dan Toraja.
Militansi kader yang terjaga dinilai menjadi fondasi kokoh bagi berkembangnya amal usaha Muhammadiyah di daerah ini.
“Itulah sebabnya, amal usaha Muhammadiyah di Sulsel terus tumbuh. Budaya ini harus terus diwariskan,” pesannya.
Menutup rangkaian acara, Prof. Ambo Asse menyampaikan kabar bahwa Sulawesi Selatan telah ditetapkan sebagai tuan rumah Muktamar Muhammadiyah tahun depan. Kegiatan akbar ini menambah daftar agenda strategis PWM Sulsel dalam waktu dekat.
Ambo mengajak seluruh warga Muhammadiyah untuk menyambut muktamar dengan semangat persatuan dan kerja kolektif demi menyukseskan perhelatan tingkat nasional tersebut.
Syawalan 1446 H ini tercatat sebagai peristiwa bersejarah bagi Muhammadiyah Sulawesi Selatan. Tak hanya menghadirkan tokoh nasional, acara ini menegaskan arah baru gerakan—berbasis kemandirian, kolaborasi, dan semangat pembangunan peradaban.
Gedung 13 lantai yang segera dibangun menjadi simbol semangat tersebut—tegak berdiri di atas pondasi gotong royong umat dan visi untuk menjadikan Muhammadiyah sebagai pelopor kemajuan di Indonesia Timur. (*)