JAKARTA – Kuasa hukum Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto, Febri Diansyah, menyoroti sejumlah kejanggalan dalam dakwaan yang diajukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus Pergantian Antarwaktu (PAW) DPR 2019-2024.
Ia mengungkapkan bahwa dakwaan tersebut bertentangan dengan fakta hukum yang telah diuji dan memiliki kekuatan hukum tetap.
“Eksaminasi ini adalah metode yang digunakan oleh ahli hukum untuk menguji ulang keputusan yang sudah berkekuatan hukum tetap,” ujar Febri dalam konferensi pers di Kantor DPP PDIP, Jakarta, Rabu (12/3/2025).
Menurutnya, ada empat poin utama yang menunjukkan inkonsistensi dakwaan KPK terhadap fakta hukum.
Pertama, kesalahan data suara dalam pemilihan legislatif. KPK menyebut Nazarudin Kemas memperoleh nol suara dalam Pileg 2019, padahal putusan pengadilan menyatakan bahwa ia justru mendapatkan suara terbanyak.
“Ini bertentangan dengan fakta yang ada dan menimbulkan kesan seolah-olah ada kepentingan lain di balik dakwaan ini,” kata Febri.
Kedua, klaim pertemuan tidak resmi. KPK menuduh Hasto bertemu secara informal dengan Wahyu Setiawan, namun dalam putusan pengadilan yang telah mengadili Wahyu dan Agustiani Tio, pertemuan tersebut dinyatakan sebagai pertemuan resmi saat rekapitulasi suara pada April-Mei 2019.
“Tidak ada pertemuan tidak resmi seperti yang dituduhkan,” tegasnya.
Ketiga, tuduhan tanpa dasar soal pemberian uang. KPK menuduh Hasto mengetahui dan menyetujui rencana pemberian uang kepada Wahyu Setiawan melalui Saiful Bahri. Namun, menurut Febri, tuduhan ini tidak sesuai dengan fakta persidangan sebelumnya.
“Ini adalah tuduhan yang tidak berdasar dan sudah diuji di persidangan sebelumnya,” ujarnya.
Keempat, sumber dana yang keliru. Dalam dakwaan, Hasto disebut memberikan dana Rp400 juta melalui Kusnadi kepada Donny Tri Istiqomah untuk diserahkan kepada Wahyu Setiawan. Namun, dalam putusan nomor 18, terungkap bahwa dana tersebut berasal dari Harun Masiku, bukan dari Hasto.
“Ini jelas sekali dalam putusan nomor 18, sumber dana bukan dari Hasto,” tegas Febri.
Atas berbagai kejanggalan ini, Febri menilai bahwa dakwaan KPK mencampuradukkan fakta, opini, dan bahkan imajinasi.
“Ini sangat berbahaya karena dapat menjauhkan kita dari upaya menemukan kebenaran,” jelasnya.
Febri menegaskan bahwa tim kuasa hukum akan mengawal jalannya persidangan yang dijadwalkan mulai Jumat (14/3/2025), dengan harapan proses hukum berjalan secara adil dan transparan.
“Kami berharap proses persidangan ini dapat berjalan secara adil dan transparan, sehingga kebenaran yang sesungguhnya dapat terungkap,” pungkasnya. [*]