JAKARTA – PT Vale Indonesia Tbk. (INCO) menegaskan bahwa tahun 2025 akan menjadi fase krusial bagi perusahaan karena tiga proyek strategis yang tengah dikerjakan harus diselesaikan sesuai target.
Direktur Utama PT Vale Indonesia, Febriany Eddy, mengungkapkan bahwa proyek-proyek ini mencakup pembangunan fasilitas hilirisasi di tiga provinsi, yakni Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Selatan.
“Tahun 2025 dan 2026 adalah periode paling krusial bagi PT Vale karena kami harus menyelesaikan tiga proyek strategis pembangunan pertambangan baru di tiga provinsi, termasuk pabrik hilirisasi,” ujar Febriany dalam rapat dengan Komisi VI DPR RI di Jakarta, Kamis (13/3).
Salah satu proyek yang tengah digarap berada di Sulawesi Tengah. Proyek ini telah menunjukkan perkembangan signifikan dengan sejumlah fasilitas utama yang telah terbangun.
Pabrik ini dirancang sebagai fasilitas dengan nol emisi karbon atau net zero. Febriany menjelaskan bahwa sumber energi yang digunakan dalam operasional pabrik akan berasal dari kombinasi beberapa teknologi ramah lingkungan.
“Nanti dua per tiga dari energi akan datang dari waste heat recovery, sepertiganya akan berasal dari panel surya, dan yang terakhir adalah penggunaan biomassa menggantikan material karbon tinggi. Saat ini, pekerjaan groundwork sudah bisa dilihat di sana,” jelasnya.
Ia menambahkan bahwa proyek tambang di wilayah ini telah mencapai 70 persen dan ditargetkan rampung pada kuartal kedua tahun ini. Sementara itu, pembangunan pabriknya dijadwalkan selesai pada pertengahan 2026.
Selain di Sulawesi Tengah, PT Vale juga tengah mengerjakan proyek pertambangan dan pabrik HPAL di Pomalaa, Sulawesi Tenggara. Proyek ini diperkirakan selesai pada kuartal pertama 2026.
Febriany menyampaikan bahwa progresnya cukup menggembirakan, terutama dengan telah selesainya pemasangan autoclave, yang merupakan komponen utama dalam proses pengolahan nikel.
“Progresnya cukup menggembirakan. Tadi bisa dilihat autoclave-nya sudah selesai. Kami sekarang sedang meng-upgrade pelabuhan agar peralatan dan material dapat dibawa masuk ke Indonesia dalam periode yang sesingkat-singkatnya,” ungkapnya.
Proyek ini merupakan hasil kerja sama dengan Ford Motor Company dari Amerika Serikat dan Huayou Metal Cobalt.
Sementara itu, proyek Sorowako Limonite HPAL yang berlokasi di Sulawesi Selatan difokuskan untuk produksi nikel dengan kapasitas 60 ribu ton per tahun.
Pabrik ini dirancang dengan tingkat emisi karbon sekitar tujuh ton per ton nikel yang dihasilkan. Saat ini, proyek tersebut masih dalam tahap pengajuan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dan ditargetkan rampung pada 2027.
“Jadi secara sekilas, dua pabrik di Pomalaa dan Sulawesi Tengah harus selesai pada 2026. Sedangkan proyek Sorowako Limonite HPAL ditargetkan selesai pada 2027. Total investasi tambang baru dan pabrik bersama dengan mitra mencapai sekitar 9 miliar dolar AS,” kata Febriany.
Lebih lanjut, ia menekankan bahwa selain mendukung penguatan industri hilirisasi nikel, proyek-proyek ini juga berkontribusi pada penciptaan lapangan kerja.
Saat ini, proyek-proyek tersebut telah menyerap sekitar 5.000 tenaga kerja, dan angka ini diperkirakan meningkat menjadi 12.000 pekerja pada akhir tahun.
“Ini menjadi fokus luar biasa bagi kami karena kami harus membangun tiga proyek dalam waktu yang bersamaan,” pungkasnya. (*)

























