MAKASSAR — Aksi damai solidaritas jurnalis di Makassar untuk membela kemerdekaan pers berakhir ricuh.
Sejumlah jurnalis dan pegiat demokrasi yang tergabung dalam Koalisi Advokasi Jurnalis (KAJ) Sulawesi Selatan mendapat tindakan represif dari kelompok yang menamakan diri Sahabat Tani saat menggelar unjuk rasa di depan ASS Building, Jalan Urip Sumoharjo, Selasa (4/11/2025).
Kejadian ini menjadi catatan baru dalam sejarah kebebasan pers di Sulawesi Selatan — ketika suara solidaritas justru dibungkam oleh tindakan intimidatif di ruang publik.
Aksi yang digelar KAJ Sulsel diikuti oleh berbagai elemen, mulai dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Makassar, LBH Pers Makassar, pers mahasiswa, hingga individu pegiat demokrasi.
Mereka turun ke jalan sebagai bentuk protes terhadap langkah Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman, yang menggugat Majalah TEMPO senilai Rp200 miliar dengan dalih perbuatan melawan hukum (PMH).
Gugatan itu dilayangkan menyusul publikasi poster berita edisi 16 Mei 2025 berjudul “Poles-Poles Beras Busuk”, yang menjadi pengantar artikel utama bertajuk “Risiko Bulog Setelah Cetak Rekor Cadangan Beras Sepanjang Sejarah”.
Bagi para jurnalis, gugatan fantastis tersebut bukan sekadar sengketa hukum biasa.
Ia dianggap sebagai bentuk baru pembungkaman terhadap kemerdekaan pers, dan simbol bahwa pejabat publik dapat menggunakan kekuasaan untuk menekan media yang kritis.
Bentrok di Depan Gedung ASS
Koordinator Aksi KAJ Sulsel, Sahrul Ramadhan, menuturkan bahwa aksi mereka semula berlangsung damai hingga muncul kelompok yang menamakan diri Sahabat Tani.
“Mereka datang tiba-tiba, membawa spanduk dan berorasi di samping lokasi kami. Sejak itu, tensi mulai naik. Kami mendapat intimidasi, bahkan ada rekan jurnalis yang dipukul,” ujar Sahrul di sela aksi.
Menurutnya, beberapa anggota kelompok tersebut terlihat berusaha memancing emosi peserta aksi dengan provokasi verbal.

Situasi memanas ketika sebuah karangan bunga bertuliskan ‘Amran Sulaiman Kamu Jahat Sama Jurnalis’ dirusak oleh salah seorang dari kelompok tandingan itu.
“Setelah itu, terjadi saling dorong dan seorang kawan kami dipukul hingga bajunya robek,” tambahnya.
Beberapa jurnalis sempat merekam insiden tersebut. Dalam video yang beredar, tampak seorang pria berpakaian hitam memukul warga yang hendak meninggalkan lokasi aksi dengan sepeda motor.
Polisi yang berjaga berhasil melerai sebelum situasi memburuk.
Tanggapan AJI Makassar
Ketua AJI Makassar Didit Hariyadi menegaskan, gugatan yang diajukan oleh Mentan Amran Sulaiman kepada TEMPO adalah tindakan abuse of power yang tidak memiliki dasar hukum kuat.
“Dalam sengketa pers, mekanismenya sudah jelas, ada hak jawab dan ada Dewan Pers sebagai mediator. Tapi semua itu diabaikan,” ujarnya.
Didit mengingatkan adanya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 105/PUU-XXII/2024, yang menegaskan bahwa lembaga pemerintah tidak memiliki dasar hukum untuk menggugat pencemaran nama baik.
“Kalau lembaga negara bisa menggugat media, itu artinya negara sedang menggugat rakyatnya sendiri. Ini bentuk kriminalisasi terhadap kerja jurnalis,” tegasnya.
Menurut Didit, nilai gugatan Rp200 miliar dan tambahan kerugian materil Rp19 juta hanya menunjukkan keinginan untuk membangkrutkan media dan menakut-nakuti jurnalis agar tidak lagi mengawasi pejabat publik.
Respons LBH Pers Makassar
Direktur LBH Pers Makassar, Fajriani Langgeng, menyebut tindakan hukum Mentan Amran sebagai bentuk otoritarianisme terselubung.
“Sengketa pers antara TEMPO dan Mentan sebenarnya sudah selesai melalui mekanisme Dewan Pers. Kalau kini digugat lagi secara perdata, berarti mekanisme itu diabaikan,” tegasnya.
Fajriani menilai, tindakan itu justru memperlihatkan bagaimana negara gagal melindungi pilar keempat demokrasi, yakni pers.
“Bayangkan, negara menggugat media dan meminta kerugian diserahkan ke kas negara. Ini kejam dan tidak rasional. Kalau pejabat publik saja bisa menggugat, bagaimana nasib media kecil?” katanya.
Pola Lama, Aktor Sama
Kasus TEMPO bukan satu-satunya sengketa pers yang menyeret nama keluarga Mentan Amran Sulaiman. Sebelumnya, tercatat dua kasus besar di Makassar.
Pada September 2023, dua media daring — herald.id dan inikata.co.id — digugat oleh lima mantan staf khusus Gubernur Sulsel Andi Sudirman Sulaiman. Nilai gugatan mencapai Rp700 miliar, terkait pemberitaan berjudul “ASN yang Dinonjobkan Diduga Ada Campur Tangan Stafsus”.
Lalu di Oktober 2024, Andi Nurlia Sulaiman, adik Mentan Amran, menggugat PT Media Hankam Digital (Legion News) senilai Rp200 miliar atas artikel berjudul “Nama Adik Mentan Terseret Penggelapan Dana Rekanan Proyek Pemprov Sulsel”.
Pola gugatannya serupa, yakni dengan nominal fantastis, dalih pencemaran nama baik, dan sasaran utama adalah media yang mengangkat isu publik sensitif.
Gugatan yang Menguji Demokrasi
Gugatan Mentan terhadap TEMPO kini memasuki tahap sidang awal di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Kalangan jurnalis memandang kasus ini sebagai preseden berbahaya — bukan hanya bagi TEMPO, tetapi bagi seluruh media di Indonesia.
“Kalau TEMPO saja digugat Rp200 miliar, bagaimana media daerah yang minim sumber daya hukum dan finansial? Ini jelas bentuk pembungkaman ruang demokrasi,” ujar Sahrul Ramadhan.
Sementara itu, sejumlah akademisi komunikasi dan hukum pers menyebut gugatan ini sebagai uji stres bagi demokrasi Indonesia. (*)













