MAKASSAR – Masa depan Kawasan Industri Bantaeng (KIBA) menjadi topik utama dalam rapat dengar pendapat yang digelar oleh Komisi D DPRD Sulawesi Selatan pada Jumat (21/3/2025).
Rapat ini menghadirkan perwakilan Huadi Group, Pemerintah Provinsi Sulsel, serta Aliansi Masyarakat Peduli Tambang Kabupaten Bantaeng guna membahas perkembangan serta tantangan yang dihadapi kawasan industri tersebut.
Dalam diskusi tersebut, Direktur PT Huadi Bantaeng Industry Park (HBIP), Lily Dewi Candinegara, menyoroti pentingnya melihat permasalahan kawasan industri dari perspektif jangka panjang.
Menurutnya, ketidakpastian dalam penyelesaian perizinan dapat berdampak langsung terhadap keberlangsungan industri serta ribuan tenaga kerja yang bergantung pada sektor ini.
“Kita tidak bisa hanya melihat situasi saat ini saja. Ada 3.000 pekerja yang menggantungkan hidupnya di kawasan industri ini. Jika hanya fokus pada satu aspek tanpa mempertimbangkan keberlanjutan industri, maka semua pihak akan terdampak,” ujar Lily.
Meskipun Kawasan Industri Bantaeng telah ditetapkan sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN), perizinan Usaha Kawasan Industri (UKI) hingga kini masih dalam proses.
Lily menegaskan bahwa kendala administratif ini bukan berarti status kawasan industri tidak sah, tetapi menjadi faktor yang menimbulkan ketidakpastian bagi para pelaku usaha.
“Proses administratif masih berjalan, dan ini menjadi tantangan tersendiri. Perusahaan ingin terus beroperasi, tapi kita juga membutuhkan kejelasan regulasi agar industri bisa berjalan dengan lancar,” jelasnya.
Ia juga menggarisbawahi bahwa berdasarkan aturan, kewenangan dalam pembebasan lahan berada di tangan pengelola kawasan industri, bukan perusahaan. Oleh karena itu, peran pemerintah daerah dalam menyelesaikan perizinan sangat krusial untuk memastikan kelangsungan investasi di daerah tersebut.
“KIBA sudah memiliki perda dan pengakuan resmi. Namun, izin usaha kawasan masih dalam proses di tingkat pemerintah kabupaten. Kami sebagai perusahaan mendukung agar semua segera terselesaikan,” tambahnya.
Dalam kesempatan tersebut, Lily juga menekankan bahwa industri harus berjalan sesuai aturan tanpa mengabaikan kepentingan masyarakat dan lingkungan.
Menurutnya, penyelesaian masalah tidak bisa hanya bergantung pada skema ganti rugi, tetapi juga harus mencari solusi jangka panjang agar konflik serupa tidak terus berulang.
“Semua industri pasti memiliki dampak. Tapi selama kita beroperasi sesuai regulasi dan mencari keseimbangan antara perusahaan, masyarakat, dan lingkungan, maka keberlanjutan bisa tetap terjaga,” jelasnya.
Selain itu, komunikasi yang baik dengan Pemerintah Kabupaten Bantaeng juga diperlukan agar kawasan industri benar-benar memberikan dampak ekonomi yang positif bagi masyarakat sekitar.
“Kita butuh sinergi dari semua pihak agar kawasan industri ini berkembang sesuai harapan, baik dari sisi investasi, kesejahteraan masyarakat, maupun keberlanjutan lingkungan,” tegas Lily.
Dengan berbagai tantangan yang dihadapi, rapat dengar pendapat ini menjadi langkah awal dalam mencari solusi terbaik bagi semua pihak.
Kejelasan regulasi dan komitmen pemerintah daerah dalam menyelesaikan perizinan menjadi faktor penting agar Kawasan Industri Bantaeng dapat terus berkembang dan memberikan manfaat bagi ekonomi Sulawesi Selatan.
Semua pihak diharapkan dapat bekerja sama dalam menciptakan solusi yang berkelanjutan, sehingga kawasan industri tidak hanya menjadi pusat pertumbuhan ekonomi, tetapi juga tetap memperhatikan keseimbangan antara investasi, regulasi, dan kesejahteraan masyarakat setempat. (*)