MAKASSAR — Rencana penyelenggaraan Musyawarah Olahraga Kota Luar Biasa (Musorkotlub) Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Kota Makassar tahun 2025 tengah menjadi sorotan serius.
Dalam pendapat hukum resmi yang disusun oleh Wakil Ketua Bidang Pembinaan Hukum KONI Kota Makassar, Mochtar Djuma, S.H., M.H., MBA, dinyatakan bahwa pelaksanaan Musorkotlub tersebut terindikasi kuat melanggar sejumlah ketentuan hukum dan peraturan organisasi yang berlaku.
Pendapat hukum yang ditujukan kepada Plt. Ketua Umum KONI Kota Makassar itu menyebutkan bahwa agenda Musorkotlub yang direncanakan berlangsung pada 27 April 2025 tidak memiliki dasar hukum yang sah.
Salah satu pelanggaran paling mendasar adalah ketiadaan status “berhalangan tetap” bagi Ketua Umum KONI saat ini, yang menjadi salah satu syarat konstitusional untuk dilakukannya musyawarah luar biasa.

Selain itu, kegiatan tersebut juga tidak didahului dengan Rapat Kerja KONI Kota Makassar atau forum anggota resmi lainnya, sebagaimana diatur dalam Pasal 30 Anggaran Dasar dan Pasal 36 Anggaran Rumah Tangga KONI.
Mochtar menilai bahwa musyawarah tersebut telah keluar dari koridor hukum organisasi dan berpotensi membawa KONI Kota Makassar ke dalam situasi yang berisiko secara hukum.
Menurutnya, pembentukan panitia penjaringan dan penyaringan calon Ketua Umum juga dilakukan tanpa prosedur yang benar, yakni tidak melalui Rapat Kerja yang sah. Padahal, dalam Anggaran Dasar KONI secara jelas disebutkan bahwa syarat dan tata cara penjaringan serta pemilihan calon Ketua Umum wajib dibahas dan ditetapkan dalam forum Rakerkot.
Tak hanya itu, syarat-syarat pencalonan yang diberlakukan panitia disebut tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Pemuda dan Olahraga Nomor 14 Tahun 2024 maupun AD/ART KONI.
Salah satu calon bahkan terindikasi menggunakan dokumen palsu terkait pengalaman organisasi olahraga selama lima tahun, yang merupakan syarat minimal pencalonan.
Indikasi lain yang disorot adalah keterlibatan aktif seorang calon dalam kepengurusan partai politik, yang secara tegas bertentangan dengan prinsip netralitas sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2024 tentang Sistem Keolahragaan Nasional.
Dalam pendapat hukum tersebut, Mochtar juga menekankan bahwa seluruh tahapan pelaksanaan Musorkotlub tidak memenuhi aturan waktu dan penyampaian dokumen.
Pemberitahuan resmi kepada peserta tidak dilakukan dalam jangka waktu minimal 14 hari, dan bahan-bahan musyawarah tidak dikirimkan minimal tujuh hari sebelum pelaksanaan. Pelanggaran atas ketentuan ini, menurutnya, membuat seluruh proses Musorkotlub dapat dinyatakan batal demi hukum.
Ia memperingatkan bahwa dampak hukum dari pelanggaran-pelanggaran tersebut tidak bisa dianggap enteng. KONI Kota Makassar, termasuk pelaksana tugas Ketua Umum dan seluruh pengurus yang terlibat, bisa dimintai pertanggungjawaban hukum baik secara administrasi maupun pidana.
Mochtar menyebut bahwa indikasi pemalsuan dokumen serta pelanggaran terhadap asas netralitas dapat dikenakan sanksi pidana berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Krisis legitimasi akibat Musorkotlub yang cacat prosedur ini juga diprediksi akan berdampak terhadap masa depan KONI Kota Makassar. Semua keputusan organisasi, termasuk penggunaan anggaran dan pelaksanaan program, berpotensi dipersoalkan secara hukum di kemudian hari.
Hal ini membuka ruang bagi pihak luar, termasuk masyarakat, untuk menggugat keabsahan kepengurusan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) atau bahkan melaporkannya ke aparat penegak hukum.
Sebagai bentuk tanggung jawab, Tim Hukum KONI Kota Makassar dalam dokumen tersebut merekomendasikan agar seluruh proses penjaringan, penyaringan calon Ketua Umum, dan tahapan Musorkotlub dibatalkan secara total.
Mochtar menyarankan agar pelaksanaan Musorkotlub diulang dari awal dengan mengikuti prosedur resmi yang sesuai dengan AD/ART KONI, peraturan organisasi, dan perundang-undangan nasional.
Ia juga mendorong dilakukannya koordinasi intensif dengan KONI Provinsi Sulawesi Selatan maupun KONI Pusat untuk mendapatkan arahan tertulis yang sah dan menjadi dasar pijakan organisasi.
Pendapat hukum ini tidak hanya disampaikan kepada pengurus KONI internal, tetapi juga diteruskan kepada sejumlah pihak penting, antara lain Walikota Makassar, Ketua KONI Pusat, Ketua KONI Provinsi Sulawesi Selatan, seluruh pimpinan cabang olahraga se-Kota Makassar, Kejaksaan Negeri Makassar, dan Polrestabes Makassar.
Langkah ini diambil sebagai bentuk transparansi dan upaya pencegahan terhadap terulangnya persoalan hukum yang saat ini tengah membelit KONI Makassar, termasuk dugaan penyimpangan penggunaan dana hibah pada tahun anggaran 2022–2023.
Sebagai penutup, Mochtar menegaskan bahwa pendapat hukum ini disusun secara objektif dan berdasarkan fakta serta aturan yang berlaku.
Ia berharap, seluruh pihak dalam tubuh KONI Kota Makassar dapat lebih berhati-hati dalam mengambil keputusan organisasi dan mengutamakan legalitas sebagai dasar pengambilan kebijakan, demi menjaga marwah serta keberlangsungan pembinaan olahraga prestasi di Kota Makassar. (*)