MAKASSAR — Suara buruh kembali menggema di Balai Kota Makassar, Kamis (30/10/2025).
Kali ini, Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) datang bukan untuk berunjuk rasa, melainkan menyampaikan aspirasi secara langsung kepada Wali Kota Makassar, Munafri Arifuddin, terkait penetapan Upah Minimum Kota (UMK) tahun 2026 dan keterlibatan buruh dalam forum resmi pengambilan keputusan.
Dalam pertemuan yang berlangsung tertib dan dialogis itu, perwakilan FSPMI Makassar menegaskan pentingnya partisipasi aktif serikat pekerja di Dewan Pengupahan Kota, agar kebijakan upah lebih mencerminkan keadilan sosial dan kondisi riil lapangan.
“Kami berharap suara buruh bisa ikut didengar secara langsung di forum resmi. Selama ini banyak keputusan diambil tanpa melibatkan kami, padahal yang paling terdampak adalah para pekerja,” ujar salah satu perwakilan FSPMI.
Selain soal representasi, FSPMI juga menyoroti perlunya perhitungan upah yang memperhatikan tingkat inflasi, biaya hidup layak, dan pertumbuhan ekonomi daerah.
Mereka menilai, formula upah yang berpihak hanya pada produktivitas dan efisiensi sering kali mengabaikan aspek kesejahteraan pekerja.
Menanggapi hal itu, Wali Kota Makassar, Munafri Arifuddin, menyampaikan apresiasi atas cara penyampaian aspirasi yang tertib dan konstruktif.
Ia menegaskan bahwa Pemerintah Kota terbuka terhadap masukan dari seluruh elemen masyarakat, termasuk serikat buruh.
“Saya sangat mengapresiasi teman-teman FSPMI yang datang dengan cara damai dan dialogis. Pemerintah Kota Makassar selalu membuka ruang untuk berdiskusi demi menemukan solusi terbaik bagi semua pihak,” ujar Munafri di halaman Balai Kota.
Munafri, yang akrab disapa Appi, juga berjanji akan menindaklanjuti permintaan tersebut dengan menginstruksikan Kepala Dinas Tenaga Kerja Kota Makassar untuk segera melakukan dialog lanjutan bersama perwakilan FSPMI.
“Dalam waktu dekat, saya akan meminta Dinas Tenaga Kerja menemui perwakilan FSPMI untuk membahas lebih lanjut keterlibatan buruh di Dewan Pengupahan dan hal-hal yang menjadi perhatian bersama,” jelasnya.
Lebih jauh, Appi menekankan bahwa keberpihakan terhadap pekerja merupakan bagian penting dari kebijakan inklusif Pemkot Makassar.
Ia menyebut, sejumlah program telah dijalankan untuk melindungi pekerja rentan, mulai dari jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, hingga rencana penambahan jaminan hari tua tahun depan.
“Dana APBD yang berasal dari masyarakat tentu harus kembali kepada masyarakat, salah satunya melalui perlindungan sosial dan peningkatan kesejahteraan bagi pekerja kita,” tegasnya.
Dengan langkah-langkah tersebut, Pemerintah Kota Makassar berharap dapat membangun hubungan industrial yang sehat — di mana buruh, pengusaha, dan pemerintah berjalan seimbang dalam semangat kolaborasi dan keadilan sosial.
“Yang kami inginkan bukan sekadar upah naik, tapi keadilan dalam prosesnya,” ujar salah satu anggota FSPMI sebelum meninggalkan Balai Kota. (*)

























