MAKASSAR – Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Makassar, Basdir, menggelar sosialisasi Peraturan Daerah (Perda) Nomor 15 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Pasar Tradisional serta Penataan Pasar Modern.
Acara ini berlangsung di Grand Palace Hotel pada Kamis, 20 Maret 2025, sebagai bagian dari Angkatan Pertama Tahun Anggaran 2025.
Dalam kegiatan ini, hadir tiga narasumber yang memberikan pemaparan, yakni Sukarno Lallo dari Direksi PD Pasar Makassar Raya, akademisi Syamsari, dan pakar ekonomi Sudirman. Diskusi dipandu oleh moderator Rini Susanty.
Basdir, yang merupakan legislator dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), menekankan bahwa pemahaman masyarakat terhadap peraturan daerah sangat penting.
Dengan adanya regulasi yang jelas, pasar tradisional di Makassar diharapkan dapat beroperasi lebih optimal dan tetap eksis di tengah gempuran pasar modern.
“Perda ini hadir untuk memastikan pasar tradisional tetap berdaya saing, terlindungi, dan tertata dengan baik. Masyarakat, terutama pedagang, perlu memahami aturan ini agar dapat menjalankan usaha mereka sesuai ketentuan,” ujar Basdir dalam sambutannya.
Sementara itu, Sukarno Lallo menjelaskan bahwa Perda Nomor 15 Tahun 2009 tidak hanya mengatur pasar tradisional, tetapi juga berbagai aspek lainnya yang berkaitan dengan tata kelola perkotaan.
“Semua ruang lingkup di Kota Makassar memiliki perda masing-masing. Tidak hanya pasar, tetapi juga rumah susun dan berbagai sektor lainnya diatur dalam regulasi daerah,” jelas Sukarno.
Dalam pemaparannya, Sukarno Lallo juga menyoroti kondisi pasar-pasar di daerah pemilihan (dapil) 2, seperti Pasar Sentral, Pasar Butung, Pasar Terong, dan Pasar Pannampu. Ia menyoroti bahwa beberapa pasar masih menghadapi kendala dalam penataan dan pengelolaan.
Salah satu yang menjadi sorotan adalah Pasar Pannampu, yang hingga saat ini masih dalam proses sengketa hukum di Mahkamah Agung terkait kepemilikan lahan. Hal ini menyebabkan keterlambatan dalam rencana pembangunan dan revitalisasi pasar tersebut.
“Karena masih dalam proses hukum, pembangunan pasar ini belum bisa dilakukan. Hal ini tentu berdampak pada pedagang dan aktivitas ekonomi di kawasan tersebut,” ungkapnya.
Sementara itu, Pasar Sentral dan Pasar Butung telah dikelola oleh pihak ketiga berdasarkan perjanjian kerja sama. Namun, menurut Sukarno, aset tersebut sejatinya tetap dimiliki oleh pemerintah dan akan kembali ke pengelolaan pemerintah setelah masa perjanjian 25 tahun berakhir.
Di sisi lain, narasumber Sudirman membahas tantangan yang dihadapi pasar tradisional dalam menghadapi era digital dan persaingan dengan pasar modern. Ia menekankan bahwa adaptasi terhadap teknologi menjadi kunci bagi pasar tradisional agar tetap bertahan dan berkembang.
“Saat ini, kita berada di era pasar digital. Oleh karena itu, perhatian pemerintah terhadap pengembangan pasar tradisional harus lebih ditingkatkan agar mereka bisa bersaing, baik dalam segi layanan maupun sistem pemasaran,” jelas Sudirman.
Ia berharap adanya perda ini dapat menjadi dasar bagi kebijakan yang lebih proaktif dalam pengelolaan pasar, sehingga baik pasar tradisional maupun pasar modern bisa berkembang secara beriringan dan memberikan manfaat bagi masyarakat Kota Makassar.
Dengan adanya sosialisasi ini, diharapkan para pedagang dan pemangku kepentingan lainnya dapat memahami regulasi yang ada dan berkontribusi dalam upaya menciptakan pasar yang lebih tertata, nyaman, dan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. (*)