Pemprov Sulsel

Pemprov Dianggap Abai Putusan Legal Standing PTUN soal Hak Kepegawaian Abdul Hayat

Tim Redaksi
×

Pemprov Dianggap Abai Putusan Legal Standing PTUN soal Hak Kepegawaian Abdul Hayat

Sebarkan artikel ini

MAKASSAR – Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) dianggap mengabaikan putusan legal standing Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) soal pengembalian hak-hak kepegawaian Abdul Hayat Gani sebagai Eks Sekprov Sulsel.

Mantan Sekretaris Daerah (Sekprov) Sulawesi Selatan, Abdul Hayat Gani menilai Pemprov Sulsel tidak memiliki niat untuk menuntas hak kewajibannya perihal kerugian materi Rp8 miliar.

“Harusnya dituntaskan. Saya lihat tidak ada niat membayar hak kepegawaiannya sebesar Rp8 miliar, meskipun putusan hukum atas kasusnya telah inkrah atau berkekuatan hukum tetap,” ungkap Abdul Hayat usai menghadiri Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi A DPRD Sulsel, Senin (16/6/2025).

Ia menegaskan bahwa putusan inkrah dari pengadilan seharusnya menjadi dasar hukum tertinggi yang wajib dijalankan. “Saya menangkan dan mengalahkan Presiden waktu itu. Konsekuensinya, bayarkan hak kepegawaian saya yang melekat sejak 2022,” tegasnya.

Ia mengecam pihak Pemprov yang disebut-sebut masih mencari pendapat hukum tambahan, padahal status inkrah seharusnya sudah cukup menjadi legal standing untuk mengeksekusi putusan tersebut.

“Katanya legal standing-nya tidak jelas. Bagaimana bisa keputusan inkrah tidak dianggap legal standing? Ini diputar-putar. Memang tidak ada niat untuk membayar,” ucap mantan Penjabat Walikota Parepare itu.

Dirinya menyebut, Pemprov Sulsel terkesan mengabaikan legal standing yang memiliki kekuatan hukum tetap. “Pemprov Sulsel seperti mengabaikan legal standing dari putusan pengadilan,” tandasnya.

Abdul Hayat juga menyesalkan alasan Pemprov yang menyebut dirinya tidak masuk kantor, padahal kala itu ia sedang dalam proses hukum.

“Mana ada orang digugat suruh masuk kantor? Kalau saya kalah, saya kembalikan. Tapi saya menang. Konsekuensi menang, ya hak-hak saya harus dibayar,” lanjutnya.

Ia pun menyoroti bagaimana pemerintah bisa merusak marwah hukum jika putusan inkrah tidak dijalankan.

“Percuma kita bilang hukum panglima, kalau hasilnya tidak dijalankan. Ini bukan soal pribadi, ini soal wibawa negara. Jangan main-main dengan hukum,” katanya.

Sebelumnya, Abdul Hayat telah menemui Pj Gubernur Sulsel Fadjry Djufry pada 11 Februari 2025 untuk mempertanyakan hak-hak kepegawaiannya, sesuai perintah Presiden RI melalui Sekretariat Negara kepada Mendagri dan BKN, terkait perlindungan hukum dan pelaksanaan putusan pengadilan.

Kuasa hukum Abdul Hayat, Syaiful Syahrir, menyebut pihaknya juga telah dua kali bersurat resmi ke Pemprov Sulsel tanpa respons yang jelas.

Ia menegaskan bahwa perkara ini tidak hanya menyangkut jabatan, tetapi juga gaji dan tunjangan kepegawaian yang melekat selama Abdul Hayat menjabat.

“Ini menjaga marwah pemerintahan. Masa negara taat hukum tapi putusan pengadilannya tidak dijalankan,” ucapnya.

Syaiful menegaskan, Pemprov Sulsel berkewajiban untuk membayar karena dasar hukumnya sudah sangat jelas yaitu dengan adanya Putusan Pengadilan dan juga Perintah Presiden RI melalui Mensekneg dan di teruskan ke MENDAGRI dan BKN.

“Selanjutnya Mendagri dan BKN meneruskan ke Pemprov Sulsel untuk membayarkan hak-hak kepegawaian Dr. Abdul Hayat sebagai Sekda Prov. Sul Sel,” jelasnya.

Lanjut dia, bahwa dasar terbitnya Perintah Presiden tersebut yaitu berdasarkan Permohonan Perlindungan Hukum telah diajukan ke Presiden RI tanggal 31 Agustus 2024. “Pada pokoknya berisi tentang Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jkt Mulai dari tingkat pertama sampai dengan tingkat kasasi yang telah berkekuatan hukum tetap dan juga Jumlah Total Yang harus di bayarkan hak-hak kepegawaian DR. Abdul Hayat sebagai Sekretaris Daerah Provinsi Sulsel,” terangnya.

Tanggapan Pemprov Sulsel

Pernyataan Mantan Sekretaris Provinsi (Sekprov), Abdul Hayat Gani yang mendesak Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulsel untuk menyelesaikan hak-haknya sebagai aparatur sipil negara, dinonaktifkan pada akhir 2022, dirinya belum menerima gaji pokok dan tunjangan-tunjangan lain.

Adapun total gaji dan tunjangan yang belum dibayarkan selama ia dinonaktifkan disebutkan mencapai Rp8.038.270.000. Pernyataan Hayat Gani ini mendapat tanggapan dari Pemprov Sulsel.

Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Sulsel Dr Jufri Rahman didampingi Kepala Biro Hukum, Herwin Firmansyah dan Plt Kepala BKD Sulsel, Sukarniaty Kondolele, Senin, 17 Juni 2025 memberikan penjelasan.

Jufri Rahman menegaskan bahwa Abdul Hayat tidak pernah memiliki Surat Keputusan Presiden tentang pengangkatannya kembali sebagai Sekretaris Daerah.

“Sampai saat ini, sampai Pak Abdul Hayat Gani pensiun, tidak ada SK Presiden yang membatalkan SK pemberhentian Pak Hayat sebagai Sekda. Dan tidak ada lagi SK Presiden untuk mengangkat kembali menjadi Sekda,” kata Jufri Rahman dalam keterangan rilis yang diterima.

Sedangkan menurut ketentuan, syarat untuk membayarkan hak kepegawaian seseorang itu adalah harus ada dasar hukum pengangkatan.

Adapun tunjangan sekda yang dimaksudkan diminta untuk dibayarkan, karena menggunakan uang negara tentu harus menggunakan prinsip kehati-hatian dan harus ada dasar hukum yang jelas apabila mau dibayarkan.

“Sehingga Saudara Abdul Hayat hanya mendapatkan Hak Kepegawaian sebagai ASN dengan Jabatan Analis Pengembangan Sumber Daya Manusia Aparatur,” jelas Jufri Rahman.

Hal ini sesuai SK Gubernur Sulawesi Selatan Nomor 821.25/61/2022, tanggal 13 Desember 2022 dan sebagai Pimpinan Tinggi Pratama (Es. II A) / Staf Ahli Gubernur Bidang Kesejehteraan Rakyat sesuai SK Guber Sulawesi Selatan Nomor 800.1.3.3/17/VIII/2024 tanggal 1 Agustus 2024.

Menurut Jufri Rahman, adapun Tunjangan (TPP) yang tidak dibayarkan pada saat Abdul Hayat menduduki jabatan sebagai Analis Pengembangan Sumber Daya Manusia Aparatur.

Sekadar diketahui, penyusunan dan Pemberian TPP ASN didasari oleh dua aturan. Pertama, lanjut Jufri Rahman, yang pertama ada Permenpan Nomor 6 Tahun 2022 tentang Pengelolaan Kinerja Pegawai ASN, dipasal 32 Dokumen evaluasi kinerja Pegawai digunakan sebagai dasar pembayaran tunjangan kinerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Sedangkan aturan yang kedua adalah Kepmendagri Nomor 900/4700 Tahun 2020 Tentang Tata Cara Persetujuan Mendagri Terhadap TPP ASN di Lingkungan Pemerintah Daerah

“Ini perlu disampaikan, karena Abdul Hayat tidak melakukan penyusunan, pengisian dan pengajuan sasaran serta realisasi kinerja Pegawai melalui Sistem eKinerja Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan ke Badan Kepegawaian Daerah,” jelas Jufri Rahman.

Yakni, paling lambat tanggal 10 bulan berjalan sebagaimana diatur pada pasal 14 Peraturan Gubernur Sulawesi Selatan Nomor 2 Tahun 2024 tentang Pemberian Tambahan Penghasilan Pegawai bagi Aparatur Sipil Negara.

Hal yang sama dikatakan Kepala Biro Hukum, Herwin Firmansyah, bahwa, Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 141 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, menegaskan bahwa setiap pengeluaran harus didukung bukti yang lengkap dan sah mengenai hak yang diperoleh oleh pihak yang menagih.

Dalam hal permasalahan Abdul Hayat Gani sebagaimana penegasan surat BKN Nomor 6502/B-KB.01.01/SD/J/2025 tanggal 30 April 2025, bahwa Abdul Hayat hanya memegang 2 (dua) SK.

Yaitu SK sebagai Pelaksana dan SK sebagai Staf Ahli, selanjutnya SK pengangkatan sebagai Sekda ataupun SK pembatalan Keppres pemberhentian beliau sebagai Sekda sebagai tindak lanjut putusan Pengadilan sampai sekarang belum diterbitkan.

“Sehingga Pemprov Sulsel tidak mempunyai dasar hukum untuk melakukan pembayaran sebagaimana tuntutan beliau berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur Pengelolaan Keuangan Daerah,” jelasnya.

Adapun, Plt Kepala BKD Sulsel, Sukarniaty Kondolele, menjelaskan lebih jauh terkait pemberian TPP selain mengacu kepada Pergub, juga mengacu pada Keputusan Mendagri Nomor 900/4700 Tahun 2020 Tentang Tata Cara Persetujuan Mendagri Terhadap TPP ASN di Lingkungan Pemerintah Daerah.

“Menyatakan bahwa Pembayaran TPP ASN
setiap bulan dinilai berdasarkan produktivitas kerja dan disiplin kerja yaitu dimana produktifitas kerja mencakup pelaksanaan tugas; dan penilaian dari Pejabat Penilai terhadap pelaksanaan tugas pegawai yang dipimpinnya,” tambahnya. (**)