Editorial

Editorial: Akhiri Siklus Banjir Makassar, Mampukah Pemimpin Baru?

Tim Redaksi
83
×

Editorial: Akhiri Siklus Banjir Makassar, Mampukah Pemimpin Baru?

Sebarkan artikel ini
Banjir Makassar, persoalan klasik yang masih terus berulang setiap tahun (Foto: IST)
Banjir Makassar, persoalan klasik yang masih terus berulang setiap tahun (Foto: IST)

BANJIR kembali menghantam Makassar. Hujan deras yang mengguyur kota sejak Senin (13/2) menyebabkan tujuh kecamatan terendam air, memaksa lebih dari 1.800 warga mengungsi.

Siklus ini terus berulang. Setiap musim hujan, air menggenangi pemukiman, jalan utama lumpuh, dan masyarakat terpaksa hidup dalam ketidakpastian. Namun, apakah kita akan terus menjadikannya sebagai takdir?

Saat ini, semua mata tertuju pada Munafri Arifuddin (Appi) dan Aliyah Mustika Ilham (Aliyah), pasangan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Makassar terpilih yang akan dilantik pada 20 Februari 2025.

Keduanya telah berjanji menjadikan penanganan banjir sebagai prioritas. Tapi, sejauh mana komitmen ini akan diwujudkan?

Warisan Masalah yang Kompleks

Wali Kota Makassar saat ini, Danny Pomanto, menegaskan bahwa penyelesaian banjir bukan perkara sederhana.

Baca:  Komitmen Meritokrasi, Kabinet Baru Suriah Dipenuhi Pakar dan Profesional

Otorisasi saluran air yang terbagi antara Balai Besar Wilayah Sungai Jeneberang Pompengan (BBWSJP), pemerintah provinsi, dan pemerintah kota sering kali menjadi kendala utama.

Pemkot tak bisa bertindak sendiri tanpa koordinasi dengan pemerintah pusat dan provinsi.

Danny juga mengingatkan pentingnya normalisasi sungai dan drainase. Namun, selama dua periode kepemimpinannya, upaya ini belum mampu memberikan solusi jangka panjang.

Komitmen dan Tantangan Kepemimpinan Baru

Appi-Aliyah menyatakan kesiapannya membangun komunikasi lebih baik dengan berbagai pihak untuk mengatasi banjir. Namun, komunikasi saja tidak cukup.

Dibutuhkan langkah konkret seperti peningkatan kapasitas drainase, pengerukan sungai secara berkala, serta pembangunan infrastruktur penahan banjir yang berorientasi jangka panjang.

Selain itu, urbanisasi yang tak terkendali telah memperburuk kondisi. Kawasan hijau semakin menyusut, sementara tata kota yang kurang terencana membuat air hujan tak memiliki tempat untuk meresap.

Baca:  Tolak Lobi Jabatan, Munafri Arifuddin Tegaskan Profesionalisme di Pemkot Makassar

Jika tidak ada kebijakan tegas soal pengelolaan ruang terbuka hijau dan drainase perkotaan, Makassar akan terus tenggelam setiap musim hujan.

Menjadikan Makassar Kota Tangguh Bencana

Appi dalam kampanyenya mendorong konsep “Kota Tangguh Bencana.” Namun, apakah ini sekadar jargon politik atau benar-benar bisa diwujudkan?

Kota tangguh bencana bukan hanya tentang respons cepat saat banjir terjadi, tetapi juga bagaimana mengurangi risiko bencana di masa depan.

Ini berarti ada reformasi dalam perencanaan kota, kebijakan lingkungan yang lebih ketat, serta keterlibatan masyarakat dalam mitigasi bencana.

Singapura, misalnya, mampu mengatasi banjir perkotaan dengan sistem drainase pintar dan kebijakan lingkungan yang ketat. Mengapa Makassar tidak bisa?

Baca:  Safari Ramadan, Wali Kota Makassar Munafri Arifuddin Salat Tarawih di Masjid Jami Nurul Iman Telkomas

Jika pemimpin baru benar-benar serius, mereka harus belajar dari kota-kota yang sukses menangani banjir, bukan sekadar mengandalkan solusi tambal sulam.

Mampukah Appi-Aliyah Mengakhiri Siklus Ini?

Janji kampanye tinggal janji jika tidak diikuti dengan aksi nyata.

Masyarakat Makassar butuh kepemimpinan yang tidak hanya berbicara soal koordinasi, tetapi berani mengambil langkah progresif.

Jika tidak, lima tahun ke depan kita akan kembali menghadapi pertanyaan yang sama setiap musim hujan: kapan Makassar bebas banjir?

Saatnya pemimpin baru membuktikan bahwa mereka lebih dari sekadar pemegang jabatan. Mereka harus menjadi pembawa perubahan nyata bagi Makassar.

Karena sejatinya, sebuah kota besar tidak boleh terus-menerus dibiarkan tenggelam. (*)