Nasional

Prof. Mustari Mustafa: Reformasi Hukum Tanpa Etika Hanya Akan Jadi Formalitas

Tim Redaksi
33
×

Prof. Mustari Mustafa: Reformasi Hukum Tanpa Etika Hanya Akan Jadi Formalitas

Sebarkan artikel ini
Prof. Dr. Mustari Mustafa, anggota K-3 MPR utusan DPD-RI (Dok: IST)
Prof. Dr. Mustari Mustafa, anggota K-3 MPR utusan DPD-RI (Dok: IST)

TANGERANG – Selama tiga hari, 18–20 Maret 2025, Hotel Santika di Tangerang menjadi saksi perdebatan serius tentang masa depan tata kelola pemerintahan Indonesia.

Rapat Kelompok I K-3 MPR yang digelar kali ini tidak sekadar membahas regulasi, tetapi juga menyoroti tantangan besar yang selama ini menggerogoti birokrasi, yakni korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).

Di antara para anggota K-3 yang hadir, Prof. Dr. Mustari Mustafa, utusan dari DPD RI, tampil sebagai salah satu suara yang tegas menyerukan perubahan.

Dalam berbagai kesempatan, ia menegaskan bahwa pemberantasan KKN tidak cukup hanya mengandalkan hukum. Baginya, inti dari permasalahan ini terletak pada moralitas kepemimpinan.

“Hari ini, kita melihat sendiri bagaimana korupsi telah mengakar dan menjadi bagian dari budaya di birokrasi. Jika ini dibiarkan, bukan hanya kepercayaan publik yang lenyap, tetapi masa depan bangsa pun terancam!” serunya dalam salah satu sesi diskusi.

Baca:  KPK Dalami Pembentukan Holding BUMN Migas dan Dugaan Korupsi di PT PGN

Menurut Presidium MW KAHMI Sulsel ini, hukum yang kuat tidak akan berarti jika hanya sebatas teks di atas kertas. Tanpa kesadaran moral yang tinggi, regulasi sehebat apa pun akan tetap lumpuh.

Ia mencontohkan bagaimana banyak kasus korupsi terjadi bukan karena ketiadaan aturan, melainkan karena lemahnya komitmen untuk menegakkannya.

“Kita tidak bisa hanya mengandalkan hukum untuk memberantas korupsi. Yang kita butuhkan adalah kepemimpinan yang bersih, transparan, dan berintegritas,” tegas Prof Mustari.

Selama rapat, diskusi semakin mendalam ketika pembahasan beralih ke strategi konkret yang bisa diterapkan untuk memperkuat sistem pemerintahan.

Salah satu poin yang ditekankan adalah perlunya reformasi yang tidak hanya berfokus pada kebijakan, tetapi juga pada mentalitas para pejabat negara.

Baca:  Keren! PGA UNHAS Sukses Gelar Dua Turnamen Golf Sekaligus

Untuk memperkaya perspektif, rapat menghadirkan Dr. Jacob Tobing, akademisi yang telah lama meneliti reformasi hukum di Universitas Leiden, Belanda. Ia mengingatkan bahwa negara-negara yang berhasil menegakkan supremasi hukum selalu mengutamakan etika kepemimpinan sebagai fondasi utama.

“Regulasi bisa diubah kapan saja, tetapi tanpa moralitas yang kuat, aturan hanyalah formalitas,” ujarnya.

Mendengar pernyataan itu, Prof. Mustari Mustafa semakin menegaskan bahwa pembenahan sistem pemerintahan harus dimulai dari individu yang menjalankannya. Ia menyebut bahwa selama ini banyak pejabat yang lihai memanipulasi hukum demi kepentingan pribadi, sehingga kebijakan antikorupsi sering kali kehilangan taringnya.

Setelah perdebatan panjang, rapat akhirnya menghasilkan sejumlah rekomendasi yang akan diajukan kepada MPR, Presiden, dan DPR.

Baca:  Kepala BPOM Taruna Ikrar Ungkap Manfaat Sujud bagi Kesehatan Otak dalam Ceramah di Masjid Istiqlal

Rekomendasi ini mencakup penguatan pencegahan KKN, penegakan kembali etika dalam pemerintahan, serta evaluasi terhadap berbagai TAP MPR yang berkaitan dengan tata kelola negara.

Bagi Prof. Mustari, rekomendasi ini bukan sekadar laporan yang akan tersimpan di arsip negara. Ia menegaskan bahwa ini adalah komitmen nyata untuk membawa perubahan.

“Ini bukan hanya tugas konstitusi. Ini adalah panggilan moral untuk menyelamatkan negeri ini. Kita harus memastikan bahwa pemerintahan yang kita bangun adalah warisan terbaik untuk generasi mendatang!” katanya dengan penuh semangat.

Dengan suara yang penuh keyakinan, ia meninggalkan ruangan rapat, membawa harapan bahwa perjuangan melawan KKN tidak akan berhenti di atas meja diskusi, tetapi benar-benar diwujudkan dalam kebijakan dan tindakan nyata. (*)